Jumat, 05 Januari 2018

Hujan Di Bulan Desember.

Kutebar sajadah
Ke arah Kiblat
Pagi ini menghadap subuhmu. 
Sunyi menghening.
Dan hanya terdengar
Alunan Adzan namamu disebut.
Sayup-sayup dibawah turunya hujan.
Ketika masalah begitu berat
Aku datang untuk mengadu.
Sepagi ini...
Aku menemui jalan buntu.
Karena aku takut dengan hari esok.
Dimana semuanya habis kau panggil
Satu-satu.
Disaat itu terjadi apakah aku
Siap menghadapi perubahan.
Kulihat kakekku meninggal
Berjuang melawan penyakitnya.
Meninggalkan ke lima orang anak
Dan meninggalkan sebuah rumah.
Belum cukup seratus hari kepergianya.
Rumah itu menjadi masalah dan
Terjadilah perpecahan disana.
Memperdebatkan siapa pewarisnya.
Lima orang memperebutkan sepetak tanah.
Sangat memalukan.
Akhirnya hanya satu yang menguasai tanah itu
Dan seiring berjalanya waktu.
Orang itupun juga sudah meninggal.
Akhirnya tanah itu hanya dijual.
Oleh tampu kekuasaan pertama.
Tapi kelima orang ini tak lagi
Seperti saudara.
Tuhanku....
Engkau memberi
engkau juga yang mengambil.
Aku hanya ingin bagian
Yang hanya diberikan tulus dan ikhlas
Hanya untukku.
Bukan pemberian dari manusia.
Tapi pemberian darimu.
Supaya aku dapat merasa bangga
Karena Tuhanku tidak pernah
Sedikitpun meninggalkanku.