Jumat, 18 Mei 2012

SERPIHAN SERBUK JIWA (Part II)



SEPERTI,..........
hati seorang wanita
YANG SEDANG MENATAP,..........
laki-laki,...............................
bermain-main
dengan dunianya.





TENTANG BULAN DI AKHIR MARET

Berikan padaku
segala isi tentang duniaku.
Biar kucatat
waktu yang menulis sejarah
sehingga jelas
apa hati ingin
penuhi.

Sepanjang jalan kuangkat
meski ditikam keringat
Langkah,
tak pernah mengenal lelah.

Seperti,
rambut menuai
musim kematian
di hari tua
kesetiaan,
tak pernah jera.

Kembali,
kuratapi diriku disini
akan datang
dan,
tak kunjung bertepi.


JIWAKU TERTIDUR DALAM LAMUNAN SEMALAM

Aku terkapar
dan mulai menangis
Cinta bagiku
hanyalah beban
yang harus dipikul untuk kesetiaan.

Kepergiannya menggores
luka yang dalam
Disinilah aku akan
mengakhiri hidupku.

Semuanya hanyalah
lembaran kosong
dengan balutan
tinta hitam tanpa warna.

Seperti binatang lemah
yang diburu harimau
aku tertekan dan siap mati.

Jiwaku tertidur dalam lamunan semalam
dihembus lembut bintang khatulistiwa
didalam dekap naunganya
aku terdiam tanpa bisa
berbuat apa-apa.


SESEJI DAN MATAHARI

Dulu aku pernah bertanya kepada Matahari.
Kenapa sinarmu begitu
panas diwaktu siang dan hangat
diwaktu pagi...?
Hai Matahari.

Mengapa,
engkau mudah berubah...?
Entahlah,
Aku sendiri 
hanya melaksanakan
tugas dan kewajibanku
sebagai Matahari.

Lalu,
Bagaimana denganmu
Hai,
Serpihan Serbuk Jiwa...?

Sayang sekali
inilah perbedaan diantara kita.

Tidakkah engkau mengerti
Aku tetaplah menjadi aku
tak ada perputaran
Karena,
Bayangan Matahari.


SAMPAI KEPENGHUJUNG MALAM

Aku terdiam sambil memandang
sampai kepenghujung malam.
Jiwaku berhenti berbisik
hatiku menganyam kata damai
yang berhenti mengatup.

Banyak waktu terbuang.
Kurendahkan diriku
kuselimuti kehormatanku
dengan kemiskinan
AKU MENCOBA KUAT.

Waktu berganti
aku terjebak masuk
kedalam dosa.
Kebodohan,...........
Akhirnya terbebas dari belenggu.


NILAI TAKARAN

Suatu gambaran
telah diperoleh
sambil duduk termenung
lewati malam yang berkaca.
Kesedihan dan penderitaan
seperti kemarau panjang.

Terlalu pahit
terlalu sakit
terlalu pedih
oleh nilai sebuah takaran.

Mata terpejam
tapi itu
tidak dapat
membendung air mata.

Karena kesedihan ini
sepenuhnya milikku.
Dan aku
(TIDAK AKAN MEMBAGINYA DENGAN SIAPAPUN)