Jumat, 14 September 2012

Angngaru Tubarani (Pasukan Bontomarannu)

Aru (sumpah) atau angngaru (bersumpah) adalah ikrar yang diucapkan orang-orang Gowa dulu. Biasanya diucapkan oleh abdi raja kepada rajanya, atau sebaliknya, oleh raja kepada rakyatnya.
Aru dipercayai mengandung nilai magis dan religius. Makanya, aru harus diungkapkan dengan sungguh-sungguh dan harus dilaksanakan pula dengan sungguh-sungguh.
Sebagai contoh, misalnya, ketika pasukan Bontomarannu hendak pergi berperang, mereka mengucapkan aru di depan Raja Gowa bahwa mereka akan berjuang untuk mempertahankan wilayah kerajaan, membela kebenaran, dan ‘tak akan mundur selangkah pun sebelum musuh melangkahi mayatnya.


Aru pasukan Bontomarannu tersebut adalah aru tubarani
Inilah Sumpahnya:



Biimillahi Rahmani Rahim

Atta…karaeng (sungguh…karaeng)
Tabe’ kipammoporang mama’ (maafkan aku)
Ridallekang labbiritta (diharibaanmu yang mulia)
Risa’ri karatuanta (di sisi kebesaranmu)
Riempoang matinggita (di tahtamu yang agung)

Inakkemi anne karaeng (akulah karaeng)
Lambara tatassallanna Gowa (satria dari tanah Gowa)

Nakareppekangi sallang karaeng (akan memecahkan kelak)
Pangngulu ri barugayya (hulu keris di arena)
Nakatepokangi sallang karaeng (akan mematahkan kelak)
Pasorang attangnga parang (gagang tombak di tengah gelanggang)

Inai-naimo sallang karaeng (barang siapa jua)
Tamappatojengi tojenga (yang ‘tak membenarkan kebenaran)
Tamappiadaki adaka (yang menantang adat budaya)

Kusalagai siri’na (kuhancurkan tempatnya berpijak)
Kuisara parallakkenna (kululuhkan ruang geraknya)

Berangja kunipatebba (aku ibarat parang yang dihantamkan)
Pangkulu kunisoeyang (kapak yang diayungkan)

Ikau anging karaeng (engkau ibarat angin karaeng)
Naikambe lekok kayu (aku ibarat daun kayu)
Mirikko anging (berhembuslah angin)
Namarunang lekok kayu (ku rela gugur bersamamu)
Iya sani madidiyaji nurunang (hanya yang kuning gugurkan)

Ikau je’ne karaeng (engkau ibarat air karaeng)
Naikambe matang mamayu (aku ibarat batang kayu)
Solongko je’ne (mengalirlah air)
Namamayu batang kayu (ku rela hanyut bersamamu)
Iya sani sompo bonangpi kianyu (di air pasang kami hanyut)

Ikau jarung karaeng (engkau ibarat jarum karaeng)
Naikambe bannang panjai (aku ibarat benang jahit)
Ta’leko jarung (menembuslah jarum)
Namminawang bannang panjai (aku akan ikut bekas jejakmu)
Iya sani lambusuppi nakontu tojeng (hanya mengikuti kebenaran)

Makkanamamaki mae karaeng (bersabdalah karaeng)
Naikambe mappajari (aku akan berbuat)
Mannyabbu mamaki mae karaeng (bertitahlah karaeng)
Naikambe mappa’rupa (aku akan berbakti)

Punna sallang takammayya (bila nanti janji tidak kutepati)
Aruku ri dallekanta (sebagaimana ikrarku di depanmu)
Pangkai jerakku (pasak pusaraku)
Tinra bate onjokku (coret namaku dalam sejarah)

Pauwang ana’ ri boko (sampaikan pada generasi mendatang)
Pasang ana’ tanjari (pesankan pada anak-cucu)
Tumakkanayya karaeng (apabila hanya mampu berikrar karaeng)
Natanarupai janjinna (tapi tidak mampu membuktikan ikrarnya)

Sikammajinne aruku ri dallekanta (demikian ikrarku dihadapanmu)
Dasi nadasi nana tarima pa’ngaruku (semoga Tuhan mengabulkannya)
Salama…(amin…)




BY: Serpihan Serbuk Jiwa

Rabu, 12 September 2012

Pusaka Jarahan dari Sulawesi


Keris BUGIS, Sulawesi





Jenis : Keris
Nama : KERIS BUGIS
Era : —
Asal : Sulawesi
Koleksi :
de Vries Antiek
Zandstraat 1 5473 RJ Heeswijk-Dinther Netherlands
Janganlah ditangisi bila artefak sejarah kita dimiliki Kolektor dan Museum ASING, mungkin itu dijarah saat masa penjajahan atau dijual orang kita sendiri atau bahkan anak keturunan yang sedang membutuhkan uang.
“AMATI DENGAN SEKSAMA, TANGKAP AURA-NYA. DAN CIPTAKAN YANG LEBIH INDAH DARI ITU. MEREKA TIDAK AKAN PERNAH BISA MENJARAH BAKAT DAN KELUHURAN YANG DIWARISKAN LELUHUR KITA”.

Sepasang Gelang, Gowa – Sulawesi Selatan




Tipe : Gelang
Klasifikasi : Perhiasan
Nama : SEPASANG GELANG
Region: Insular South-East Asia
Budaya : GOWA
Asal : Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia
Material : Perak, emas dan batu permata
Dimensi : 2,6 x 10 cm (per buah)
Fungsi : Penghias tangan
Keterangan : Gowa adalah sebuah Kerajaan di Sulawesi (Celebes)
Koleksi :
National Museum of Ethnology
(Rijksmuseum voor Volkenkunde)
Steenstraat 1, Leiden 2300 AE, The Netherlands
Nomor inventaris : 808-2
Publikasi dari obyek ini :
Lihat literatur terkait, Endang Sri Hardiati & Pieter ter Preferred (red), Indonesia – The discovery of the past, KIT Publishers, Amsterdam 2005, p. 171
Publikasi :
Endang Sri Hardiati & Pieter ter Preferred (red), Indonesia – The discovery of the past, KIT Publishers, Amsterdam 2005, p. 171
Riwayat Pameran :
Exhibited at the exhibition “Indonesia – The discovery of the past,” December 17, 2005 – April 17, 2006, in the Nieuwe Kerk in Amsterdam.

Topi Perang POSO, Sulawesi Tengah







Tipe : Pelindung Tubuh
Klasifikasi : Pelindung Kepala
Nama : TOPI PERANG POSO
Nama daerah asal : SONGKO TADOELAKO
Fungsi : Perlindungan dan pertahanan
Region: Insular South-East Asia
Budaya : POSO
Asal : Poso, Sulawesi Tengah, Indonesia
Era : —
Material : Rotan, kayu dan rambut kambing
Dimensi : 10 cm H; Dm 21 cm
Koleksi :
National Museum of Ethnology
(Rijksmuseum voor Volkenkunde)
Steenstraat 1, Leiden 2300 AE, The Netherlands
Nomor Inventaris : 43-9
Publikasi tentang obyek ini :
Traditional weapons of the Indonesian Archipelago

Baju Perang BUGIS, Makassar, Sulawesi Selatan






Tipe : Pelindung Tubuh
Klasifikasi : Senjata & Pelindung
Nama : BAJU PERANG BUGIS
Nama daerah asal : LAMENA
Fungsi : Perlindungan dan pertahanan
Regional : Asia Tenggara
Budaya : Bugis, Sulawesi Selatan
Asal : Makassar, SUlawesi Selatan, Indonesia
Era : —
Material : Kuningan, Tembaga dan Cincin Besi
Dimensi : 65 x 45,5 cm
Koleksi:
National Museum of Ethnology
(Rijksmuseum voor Volkenkunde)
Steenstraat 1, Leiden 2300 AE, The Netherlands
Nomor Inventaris : 522-1
Publikasi tentang obyek ini :
Lihat literatur terkait : Traditional weapons of the Indonesian Archipelago, Endang Sri Hardiati & Pieter ter Preferred (red), Indonesia – The discovery of the past, KIT Publishers, Amsterdam 2005, p.162
Publikasi :
Endang Sri Hardiati & Pieter ter Preferred (red), Indonesia – The discovery of the past, KIT Publishers, Amsterdam 2005, p. 162
Sejarah dipamerkan :
Dipamerkan pada acara “Indonesia – The discovery of the past,” December 17, 2005 – April 17, 2006, in the Nieuwe Kerk in Amsterdam.

Keris BUGIS, Sulawesi





Jenis : Keris
Nama : KERIS BUGIS
Era : —
Asal : Sulawesi
Koleksi :
de Vries Antiek 
Zandstraat 1 5473 RJ Heeswijk-Dinther Netherlands
Janganlah ditangisi bila artefak sejarah kita dimiliki Kolektor dan Museum ASING, mungkin itu dijarah saat masa penjajahan atau dijual orang kita sendiri atau bahkan anak keturunan yang sedang membutuhkan uang.
“AMATI DENGAN SEKSAMA, TANGKAP AURA-NYA. DAN CIPTAKAN YANG LEBIH INDAH DARI ITU. MEREKA TIDAK AKAN PERNAH BISA MENJARAH BAKAT DAN KELUHURAN YANG DIWARISKAN LELUHUR KITA”.

Keris Sulawesi, Abad Ke-17, Gowa – SULAWESI SELATAN





Jenis Pusaka : Keris
Nama : KERIS SULAWESI
Era : Abad Ke-17
Asal : Gowa, Sulawesi Selatan
Material : Emas, Batu Mulia dan Logam Khusus
Koleksi :
National Museum of Ethnology
(Rijksmuseum voor Volkenkunde)
Steenstraat 1, Leiden 2300 AE, The Netherlands
Data Museum :
Kris RMV 360-6021
Type: Costume and Jewelry
Materials: Steel; gold; precious stones; wood; and gold thread
Measurements 44,4 cm.
Creator name: A Javanese goldsmith
Where it was made: Indonesia, Sulawesi, Tengah
Time period: 18th Century
Function: Ceremonial kris
Acquisition:
It was in the Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden (Royal Cabinet of Rarities) in the Hague until 1883 when part of this collection was transferred to the National Museum of Ethnology. Another part went to the Rijksmuseum in Amsterdam.
Copyright:
Acknowledgements
Owner: State property, the Netherlands
Museum: National Museum of Ethnology, Leiden
Credit line: National Museum of Ethnology, Leiden, the Netherlands
Why this is a masterpiece:
A beautiful kris from South Sulawesi. Apart from the beauty of both
the hilt and sheath, this kris is special because of its age. It is certain that it dates from the 17th century and it could even have been made earlier. By Dr. Pieter ter Keurs, Curator Insular Southeast Asian Collections, Leiden.
History of the Object:
The kris was part of the collection of Stadhouder William IV (1711-
1751), who was also Head of the Dutch East Indies Company (V.O.C.). Most likely it was a gift of the sultan of Goa to the highest official of the V.O.C. (William IV).
Janganlah ditangisi bila artefak sejarah kita dimiliki Kolektor dan Museum ASING, mungkin itu dijarah saat masa penjajahan atau dijual orang kita sendiri atau bahkan anak keturunan yang sedang membutuhkan uang.
“AMATI DENGAN SEKSAMA, TANGKAP AURA-NYA. DAN CIPTAKAN YANG LEBIH INDAH DARI ITU. MEREKA TIDAK AKAN PERNAH BISA MENJARAH BAKAT DAN KELUHURAN YANG DIWARISKAN LELUHUR KITA”.

By: Serpihan Serbuk Jiwa

Rabu, 05 September 2012

Perjalanan Malam ke Baitul Maqdis


Muhammad terus berdakwah. Khadijah dengan sabar terus mendorong suaminya itu sampai harta keluarga mereka habis. Tekanan semakin keras. Selama tiga tahun kaum Qurais mengucilkan orang-orang Islam. Mereka hanya dapat tinggal di celah-celah batu pebukitan dengan bergantung makan pada rumput-rumput kering.
Seorang Qurais, Hisyam bin Amir bersimpati pada keadaan orang-orang Islam itu. Ia menghubungi Zuhair dari Bani Makhzum, Muth’im dan Bani Naufal serta Abu Bakhtari dan Zam’a dari Bani Asad untuk menghentikan pengucilan itu. Ia ingatkan betapa buruk kelaparan yang diderita Muhammad dan pengikutnya, sedangkan saudara-saudara lainnya hidup berkelimpahan.
Mereka lalu datang ke Ka’bah. Di dinding Ka’bah dicantumkan piagam pengucilan itu. Pengucilan tidak berlaku lagi bila piagam tersebut dirobek. Setelah mengelilingi Ka’bah tujuh kali, Hisyam mengumumkan rencana perobekan piagam. Abu Jahal menentangnya. Namun sebagian besar orang Qurais mendukung Hisyam. Ketika Hisyam hendak merobek piagam itu -demikian menurut riwayat-rayap telah menggerogoti piagam itu hingga tinggal bagian atasnya yang bertulis “Atas nama-Mu ya Allah”.
Kaum Qurais sebenarnya tidak menolak menyembah Allah Sang Pencipta. Mereka hanya ingin dibolehkan untuk tetap juga menyembah berhala serta melaksanakan tradisi yang banyak diwarnai maksiat. Maka, persis setelah penghapusan piagam itu, mereka mengajak Muhammad berkompromi. Suatu malam, dalam pertemuan sampai pagi, mereka telah menyebut Muhammad sebagai “pemimpin kami”. Mereka hanya minta sedikit kelonggaran menjalani kehidupan lamanya.
Sekali lagi, Muhammad adalah manusia. Dalam keadaan yang sangat lemah baik fisik maupun psikis, ia nyaris menerima kompromi itu. Setidaknya itu yang diungkapkan penulis Hayat Muhammad, Muhammad Husain Haikal, yang mengutip hadis dari Said bin Jubair dan Qatada. Sebagaimana saat mengabaikan Ibnu Ummu Maktum, kali ini Muhammad ditegur Allah kembali. Yakni melalui ayat Quran Surat 17(Al-Isra):73-75). Namun hadis Ata’ dari Ibn Abbas menyebut bahwa konteks turunnya ayat ini adalah peristiwa saat Muhammad bimbang atas permintaan orang-orang Thaqif. Mereka bersedia memeluk Islam asal daerahnya dinyatakan sebagai tanah suci seperti Mekah.
Tak lama setelah peristiwa itu, Muhammad mengalami musibah besar. Abu Thalib -paman yang telah memeliharanya sejak kecil serta terus melindunginya sebagai rasul-wafat. Hanya beberapa bulan kemudian, Khadijah yang menjadi sandaran hati Muhammad -orang yang paling setia menghibur dan menemani di masa yang paling sulit sekalipun-menyusul wafat. Muhammad sangat berduka. Sedangkan orang-orang Qurais makin gencar mengganggunya.
Muhammad lalu pergi Ta’if, menjajaki sekiranya masyarakat di daerah pertanian subur itu bersedia mendengar seruannya. Seorang diri ia pergi ke sana. Namun yang ditemui hanyalah sorak sorai hinaan serta lemparan. Dengan sedih Muhammad menghindar dari mereka dan berlindung di kebun anggur milik dua saudara ‘Uthba dan Syaiba anak Rabi’a. Di sanalah Muhammad memanjatkan doa kepiluannya. Hanya dengan Adas -seorang Nasrani budak Uthba’ yang memberikan anggur padanya-Muhammad sempat berbincang. Kabarnya, Adas sempat heran bagaimana Muhammad mengenal nama (Nabi) Yunus anak Matta.
Muhammad kemudian menikahi Aisyah, putri Abu Bakar, yang kala itu baru berusia tujuh tahun. Dalam kultur Arab, perkawinan adalah salah satu tradisi untuk mempererat persahabatan. Aisyah tetap tinggal di rumah ayahnya dan tidak digauli Muhammad sampai beberapa tahun kemudian. Muhammad juga menikahi janda miskin Sauda. Suami terdahulu Sauda adalah seorang yang ikut hijrah ke Habsyi, lalu meninggal di Mekah. Dua perkawinan ini, juga yang lain, cukup menjelaskan latar belakang pernikahan-pernikahan Muhammad setelah Khadijah wafat.
Sekitar tahun 621 Masehi, terjadilah peristiwa Isra’ Mi’raj. Muhammad tengah menginap di rumah keluarga sepupunya, Hindun binti Abu Thalib. Menurut Hindun, malam hari selesai salat terakhir, semua anggota keluarga tidur. Demikian pula Muhammad. Pagi harinya, mereka salat bersama. Usai salat itulah Muhammad berkata: “Ummi Hani (panggilan Hindun), saya salat akhir malam bersama kalian seperti yang kalian lihat di sini. Lalu saya ke Baitul Maqdis (Yerusalem) dan salat di sana, sekarang saya salat siang bersama-sama seperti yang kalian lihat.”
Hindun minta Muhammad untuk tidak menceritakan kisah tersebut karena akan mengundang kegemparan. “Tapi saya harus ceritakan (ini) pada mereka,” kata Muhammad. Allah pun menegaskan peristiwa itu dalam Surat 17 (Al-Isra): 1.
Kegemparan pun terjadi. Sangat banyak kisah yang beredar mengenai peristiwa tersebut, baik dongeng sama sekali tanpa dasar maupun kisah yang berdasar. Di antara kisah tersebut adalah mitos ‘Buraq’ yang disebut kuda pirang dengan rumbai emas dan mutiara dan bersayap gemerlapan, Juga mengenai kesaksian Muhammad terhadap berbagai jenis siksaan di akhirat; pertemuannya dengan para Nabi terdahulu, serta tawar-menawar antara Muhammad dengan Allah sehingga salat yang diwajibkan hanya 5 kali, bukan 50 kali, dalam sehari. Allah Maha Tahu apa yang sesungguhnya terjadi.
Yang menjadi perdebatan serius adalah bagaimana Muhammad dapat menempuh jarak Mekah-Yerusalem hanya sekejap? Juga apakah yang melakukan perjalanan itu ruh Muhammad saja atau juga termasuk jasadnya. Pertanyaan yang wajar untuk tingkat pengetahuan masyarakat pada masa itu. Kini, teori Einstein dapat menjelaskan kebingunan tersebut. Dari Teori Relativitas dapat dijelaskan bahwa zat (termasuk tubuh manusia) akan berubah wujud menjadi enerji bila dibawa oleh enerji (termasuk malaikat). Sedangkan enerji dapat bergerak pada kecepatan yang sama dengan kecepatan cahaya, sekitar 300 ribu km per detik, sehingga jarak Mekah – Yerusalem dapat ditempuh dalam sekejap mata. Serupa dengan pemindahan singgasana Ratu Bilqis di masa Sulaiman.
Muhammad saat itu berusia 51 tahun. Perjalanan ke Baitul Maqdis serta Sidratul Muntaha itu kian mengobarkan semangat perjuangannya untuk menyeru seluruh umat manusia ke Jalan Allah. Apalagi, ia telah melihat sinar terang bagi Islam telah mulai terlihat di Yatsrib.

By: Serpihan Serbuk Jiwa

Ka’bah Di Tahun Gajah


Jika suatu kisah disebut dalam Al-Qur’an berarti kisah itu mempunyai arti dan nilai yang sangat besar. Ada suatu peristiwa besar yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an, yaitu peristiwa penyerangan tentara gajah ke Makkah. Peristiwa yang telah diabadikan Allah dalam surat Al-fill ini terjadi pada abad keenam atau sekitar tahun 570M. Pada saat itu negara Yaman dikuasai oleh seorang raja Kristen dari Habasyah bernama Negus yang berhasil mengusir bangsa Yahudi dari negeri itu. Lalu mengangkat Abrahah Ashram sebagai seorang gubernur di negeri Yaman.
Tidak berjauhan dari negeri Yaman, ada sebuah kota tua bersejarah, yiaitu Makkah. Di sana terdapat sebuah Baitullah (rumah Allah), Ka’bah namanya, rumah yang didirikan oleh nabi Ibrahim as dan dan puteranya Ismail as beberapa abad silam. Seluruh ummat manusia dari berbagai bangsa dan negeri datang setiap tahun berkumpul menunaikan haji ke tempat itu. Tidak sedikit pula dari penduduk Yaman sendiri datang ke sana berkumpul dan berhaji menurut adat dan cara mereka pada masa itu.
Dengan kumpulnya ummat manusia di Makkah yang begitu banyak setiap tahun, maka kota Makkah menjadi ramai dan bangsa Quraisy sebagai penguasa Baitullah (Ka’bah) semakin terhormat dan mendapat kedudukan yang layak pula. Lalu timbul hasud dan niat busuk di hati Abrahah untuk membelokkan ummat manusia agar jangan datang ke Makkah, tetapi hendaknya datang ke Yaman untuk menunaikan haji itu. Ia berniat ingin memindahkan Ka’bah ke Yaman sebagai pengganti Ka’bah di Makkah.
Niat itu segera dilaksanakannya. Lalu dia membangun sebuah gereja besar di kota San’a, ibukota negeri Yaman yang diberi nama gereja Al-Qulais. Gereja besar itu dibuatnya dengan bentuk yang sebaik-baiknya dan dihiasi dengan berbagai macam ukiran antik, dan dipenuhi dengan benda benda berharga. Setelah selesai pembangunan gereja ia mengundang semua ummat manusia menunaikan haji ke sana. Tentu dengan cara demikian ia bisa menarik orang-orang untuk memeluk agama Nasrani dan kehadiran manusia yang banyak itu akan menambah kemakmuran negerinya. 
Kehadiran gereja itu cukup mengundang kemarahan bangsa Arab. Mulailah terjadi pembekotan, tidak seorangpun di antara bangsa Arab yang mau menunaikan haji ke Yaman, sekalipun sudah dianjurkan dan diperintahkan oleh Abrahah. Hati hati mereka sudah tertancap di Ka’bah, sekalipun bentuk Ka’bah tidak begitu menarik, bahkan tidak diukir oleh ukiran-ukiran antik dan tidak pula dihiasi dengan perhiasan-perhiasan yang mewah. Ini karena janji Allah kepada nabi Ibrahim as dan putranya Ismail as ketika meletakkan batu pertama di Ka’bah. Pada saat itu nabi Ibrahim berdoa:

فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

“Ya, Allah, Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” Ibrahim 37
Dari kemarahan bangsa Arab timbul isu isu yang mana seorang laki-laki dari suku Kinanah membuang hajat di dalam gereja. Tatkala Abrahah mengetahui hal itu, ia marah besar dan bersumpah akan memimpin seluruh tentaranya berangkat menuju Makkah untuk menghancurkan Ka’bah. Ia berharap pula jika Ka’bah sudah diruntuhkan, terpaksa semua bangsa Arab akan datang ke Yaman, ke gereja besar yang sudah disediakannya sebagai pengganti Ka’bah. Abrahah lalu mempersiapkan tentera yang besar jumlahnya dengan berkenderaan gajah. Pasukan ini lalu berangkat menuju ke kota Makkah untuk meruntuhkan Ka’bah.
Mendengar berita ini, berita Abrahan akan datang dengan tenteranya yang berkenderaan gajah untuk meruntuhkan Ka’bah, rumah suci yang mereka hormati, mereka bersiap untuk mempertahankannya dengan segala kekuatan yang ada pada mereka. Tetapi mustahil mereka bisa melawanya karena tentara Abrahah sangat besar jumlahnya. Mereka sadar bahwa mereka tidak mempunyai kekuatan apapun untuk melawannya, kemudian mereka semuanya terpaksa pasrah dan menyerah.
Tetkala Abrahah tiba di Al-Mughamas, daerah dekat Thaif, ia mengutus seorang laki-laki dari Habasyah yang bernama Al-Aswad bin Maqshud untuk segera berangkat ke Makkah. setibanya di kota Makkah ia menggiring harta penduduk bangsa Quraisy dan lainnya. Diantara harta yang dirampasnya ada 200 ekor unta milik kakek Nabi saw, Abdul Muthalib bin Hasyim yang pada saat itu ia sebagai pemimpin dan pembesar kaum Quraisy. Mereka semua tidak bisa melawanya dan tidak bisa berbuat apa apa.
Sebelum memasuki kota Makkah, Abrahah memerintahkan pasukannya untuk berhenti duhulu. Lalu ia mengutus Hunathah Al-Himyari ke Makkah untuk membawa surat seruan terhadap penduduk Makkah. Dalam surat itu penduduk Makkah diperintahkan tunduk dan mengalah dan membiarkan pasukannya masuk meruntuhkan Ka’bah, dan pula keinginannya ingin bertemu dengan ketua dan sesepuh kota Makkah.
Abdul Muthalib Bin Hasyim datang menemui utusan sebagai pemimpin rakyat Quraisy dan orang yang bertanggungjawab terhadap Ka’bah. Utusan itu segera berkata kepadanya: “Abrahah berpesan kepada tuan bahawa ia bukan datang untuk memerangi bangsa Quraisy, tetapi hanya untuk menghancurkan Ka’bah. Kalau tuan dan bangsa Quraisy tidak menghalangi maksudnya, maka tidak akan terjadi pertumpahan darah dan Abrahah berpesan supaya tuan datang menemuinya”.  Abdul Muthalib menjawab: “Demi Allah, kami tidak akan memerangi kamu, karena kami tidak mempunyai kekuatan untuk berperang”.  “Kalau begitu mari kita menghadap Abrahah”,  kata utusan itu mengajak Abdul Muthalib.
Utusan itu berangkat bersama sama Abdul Muthalib dan beberapa pemuka Quraisy menuju perkemahan tentera Abrahah untuk bertemu dengan Abrahah. Setibanya di kemah, Abrahah terharu melihat ketampanan rupa Abdul Muthalib dan kewibawaanya. Ia lalu bangun dari singgasananya dan tidak dipersilahkannya untuk dukuk di bawah dan ia memutuskan untuk turun ke bawah dan duduk di sampingnya di tikar permadani. Ia memperlakukan Abdul Muthalib sebagai tamu terhormat.
Lalu Abrahah berkata: “Katakanlah kepadaku, apa keperluan tuan?”. Abdul Muthalib mejawab: “Keperluanku hanya agar kamu mengembalikan kepadaku 200 unta yang kau rampas dariku”.  Mendengar permintaan itu, Abrahah menjadi heran dan berkata: “Kami datang untuk mehancurkan Ka’bah, sekarang kenapa tuan hanya membicarakan tentang 200 ekor unta yang kami rampas, dan tuan lupakan agama dan Ka’bah yang tuan puja?”. Dengan tangkas Abdul Muthalib menjawab: “Saya ini hanya pemilik unta, sedangkan Ka’bah itu ada Pemiliknya dan Dia sendiri yang akan menjaga dan memeliharanya.”.  Lalu Abrahah berkata: “Kalau begitu tuan tidak akan menghalangi niat kami?”. Abdul Muthalib menjawab: “Itu adalah urusan kamu dengan Pemilik Ka’bah”. Maka untuk menyenangkan hati Abdul Muthalib, semua unta yang dirampasnya dikembalikan kepadanya.
Hari mulai malam dan gelap-gulita. Di malam itulah tentera Abrahah akan memasuki kota Makkah untuk menghancurkan Ka’bah. Keadaan penduduk kota Makkah mulai panik, Abdul Muthalib kembali ke Makkah dan dilihatnya semua penduduk Makkah besar-kecil, laki-laki perempuan sibuk bersiap siap semuanya untuk mengungsi, Mereka membawa semua barang dan ternak mereka, ingin menghindarkan diri dari bahaya yang mungkin akan menimpah mereka.  Lalu Abdul Muthalib dan beberapa masyarakat Quraisy pergi menuju Ka’bah. Mereka semua berdoa kepada Allah sambil memegang pintu Ka’bah agar Dia menurunkan pertolongnanNya dan menghalangi Abrahah dan pasukanya. Abdul Muthalib menangis sambil memegang pintu Ka’bah seraya berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya seorang hamba hanya mampu melindungi dirinya dan hewannya, maka lindungilah rumah-Mu. Janganlah Engkau biarkan pasukan salib dan agama mereka mengalahkan kekuatan-Mu esok hari”.
Setelah mereka masing-masing mencium Hajar Aswad serta berdoa agar Allah memelihara Ka’bah dari bencana tentera Abrahah, mereka meninggalkan Ka’bah menuju ke atas sebuah bukit, untuk menyaksikan kejadian selanjutnya. Di pagi harinya kota Makkah sunyi senyap dari penduduk dan tentera Abrahah mulai bergerak untuk memasuki kota Makkah. Tetkala Abrahah mengarahkan gajahnya ke Makkah, gajahnya tidak mau berdiri walaupun dipukuli tapi tetap tidak mau berdiri. Lalu Abrahah mencoba mengarahkan gajahnya ke arah Yaman, gajahnya berdiri dan berlari. Lalu diarahkan gajahnya ke Syam, gajahnya melakukan hal yang sama dan demikian seterusnya.
Tiba-tiba Allah mengutus burung burung laut yang bernama Ababil. Setiap seekor burung membawa 3 buah batu kecil sebesar kacang Arab atau kacang adas, satu di paruhnya dan dua di kakinya. Batu-batu itu dijatuhkan kepada pasukan bergajah. Subhanallah, hasilnya sangat ajaib, bukan hanya luka parah tetapi pasukan Abrahah dan gajah-gajahnya menjadi hancur lebur, daging dan tulang mereka coplok berceceran di atas tanah, tidak seorang pun yang terluput dari bahaya maut, semuanya habis binasa. Melihat kejadian yang luar biasa itu, Abrahah mulai takut, lalu kembali melarikan diri, pulang menuju San’a. Ia terkena sebuah batu dan tubuhnya yang tersisa tinggal sebesar anak burung. Ia mati di Sana’ karena luka yang dideritanya dalam perang ajaib itu.
Sunguh peristiwa pasukan gajah ini telah membawa bukti besar atas kekuasaan Allah dan membawa dampak yang besar terhadap Quraisy dan kedudukanya. Seperti juga peristiwa ini mengangkat kedudukan Abdul Muthalib martabatnya di kalangan masyarakat Arab. Karena ia telah melakukan sesuatu hal dengan penuh kecerdasan dan strategi yang indah dan menyelamatkan kaumya dari bencana yang besar. Begitulah caranya membela agama Allah bukan dengan kekerasan atau emosi yang tidak terkendalikan
Kejadian hebat itu, menjadi tahun sejarah pertama bagi seluruh bangsa Arab dan di tahun itu pula lahir seorang manusia suci Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim di kota Makkah. Dengan lahirnya Rasulallah saw, Ka’bah akan tetap menjadi rumah suci dengan arti yang sebenarnya sampai sekarang dan sampai hari kiamat nanti. Ke sanalah ummat Islam dari berbagai negeri, dari berbagai bangsa dan warna kulit berkumpul setiap tahun, untuk menunaikan ibadat haji seperti yang diperintahkan Allah. Dari tahun ke tahun, dari abad ke abad, kota kesayangan Nabi, Makkah,  tidak pernah tidur dikunjungi ummat manusia dari segala penjuru yang jumlahnya lebih banyak dari pengunjung kota Patikan, Washington, London, ataupun Paris.

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ ٱلْفِيلِ * أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ * وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْراً أَبَابِيلَ * تَرْمِيهِم بِحِجَارَةٍ مِّن سِجِّيلٍ * فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُولِ
                                                           
”Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Kakbah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Kakbah) itu sia-sia?, Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). Al-Fil: 1-5

BY: Serpihan Serbuk Jiwa